10/24/2009

Serba-Serbi

Waduh, jarak waktu antar warta terlalu jauh ya?

Waah, mohon maklum ya..Akhir-akhir ini jadwal kuliah dan setumpuk tugas dan kegiatan kampus cukup menyita waktu beberapa minggu ini. Minggu depan pun saya akan menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS), sekali lagi mohon maklum.. :)


Pada Minggu, 17 Okotber yang lalu saya menyempatkan diri bersama keluarga ke pameran SMESCO (Small Medium Enterprises and Cooperatives atau koperasi, usaha kecil, dan menengah) di Jakarta Convention Hall (JCC). Kebetulan kami sekeluarga mengambil pesanan batik dari seorang penjual asal Sumpiuh, Banyumas. Yang membuat merek dan jenis batik yang dipasarkan oleh penjual tersebut menarik adalah pada pewarnaanya (yang bebas bahan kimiawi sehingga menghasilkan warna-warna pucat bumi yang benar-benar memikat) dan motif-motif khas Banyumas serta motif-motif kontemporer hasil desain bapak pemiliknya. Dari corak dan warnanya pun terlihat, bahwa jika merek tersebut dikomersilkan secara luas, bule-bule dan orang -orang Jepang di luar sana akan menyerbu batik-batik tersebut sampai ludes des des (Hehehe, kebetulan saya memiliki bakat terpendam memperhatikan jenis kriya-kriya yang bakal laku diborong pembeli asing).


Sebagai sebuah "tradisi" , setiap liburan sekolah tiba, kami sekeluarga berpetualang ke berbagai daerah di Indonesia. Kebetulan pada musim liburan bulan Juni lalu kami menjelajah ke daerah Jawa Tengah, tepatnya ke Purwokerto, Kebumen, Banyumas, dan sekitar (tadinya ingin dibuat artikelnya untuk dipajang disini, kelamaan dientar-entar jadinya malah nggak dimuat sama sekali >_<) dan bertemu dengan penjual batik tersebut di daerah Sumpiuh, Banyumas. Menariknya, beliau adalah seorang akuntan yang berdomisil di Bintaro yang kemudian memilki ide untuk berkreasi membuat batik. Dalam perbincangan kali itu, beliau bercerita bahwa dia berkeliling, menginap, dan berguru kepada beberapa pengrajin-pengrajin Batik berbulan-bulan lamanya. Beliau memiliki visi untuk menghidupkan kembali Batik Banyumasan yang sudah lama tenggelam dan ikut memberdayakan warga sekitar. Keren yah?

Selain batik Sumpiuh, saya sempat memesan sepatu batik dari merek Bandung yang cukup terkenal, yaitu Kulkith. Selepas dari sana kami berkeliling melihat berbagai stand yang ada, termasuk stand Malaysia yang sangat sangat sepi. Dibandingkan dengan stand Filipina, Thailand, dan Vietnam yang menjual kriya-kriya khasnya, stand Malaysia justru terisi dengan berbagai pamflet turisme. Kenapa gak sekalian jualan Batik Malay dan Muzik Bamboo (baca : angklung) aja yah?hihihi.

realistisidealis!

Saya kagum lho dengan songket Nusa Tenggara! Keren-keren banget, benar deh. Sampai-sampai saya dibelikan buku songket oleh ibu saya. Ternyata, jika diteliti lebih lanjut, semakin tidak kaku kain dan semakin pudar warna benang-benangnya, semakin mahal harganya. Pada pameran tersebut, satu kain songket penuh bisa dijual dengan harga minimal satu jutaan.


realistisidealis!

realistisidealis!

stand Kalimantan Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar